Wednesday, February 1, 2017

Makalah Pluralisme dan Multikultural

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Negara Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain  yang mendominasi khasanah budaya Indonesia.
Dengan semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu setiap masing-masing individu masyarakat mempunyai keinginan yang berbeda-beda, Orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda, struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalah mereka sendiri. dan hal tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dan perpecahan yang hanya berlandaskan emosi diantara individu masyarakat, apalagi kondisi penduduk Indonesia sangatlah mudah terpengaruh oleh suatu informasi tanpa mau mengkaji lebih dalam. Untuk itulah diperlukan paham pluralisme dan multikulturalisme untuk mempersatukan suatu bangsa.
Pedoman dari bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang mempunyai pengertian berbeda-beda tetapi tetap menjadi satu, yang mengingatkan kita betapa pentingnya pluralisme dan multikulturalisme untuk menjaga persatuan dari kebhinekaan bangsa, Dimana pedoman itu telah tercantum pada lambang Negara kita yang didalamnya telah terangkum dasar Negara kita juga. Maka disusunlah makalah ini dengan judul “Pluralisme dan Multikultural”.
1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan Latar belakang di atas. Didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.         Apa pengertian pluralisme dan multikulturalisme?
2.         Apa perbedaan antara pluralisme dengan multikulturalisme?
3.         Bagaimana urgensi pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia?

1.3.  Tujuan
     Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.         Untuk mengetahui pengertian dan multicultural.
2.         Untuk mengetahui perbedaan plurslisme dan multikulturalisme
3.         Untuk mengetahui urgensi plurarisme dan multikultural



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian
2.1.1.              Pluralisme
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham, Untuk itu kata ini termasuk kata yang ambigu.
     Pluralisme merupakan dasar filosofis bahwa kebenaran sesungguhnya tidak monolitik. Ia juga tidak menjadi hak milik mutlak suatu kelompok. Pluralism lebih bermakna sosiologis untuk membangun keharmonisan dalam konteks pliralitass keagamaan.    
Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh. Konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi. jadi ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya maka lahirlah pluralisme itu.
Macam-macam pluralisme
1.      Pluralisme Sosial
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
2.      Pluralisme Ilmu Pengetahuan
Bisa di       argumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedokteran.
Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing.
3.      Pluralisme Agama      
Pluralisme Agama (Religious  Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama¬-agama. Sebagai ‘terminologi  khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual  respect), dan sebagainya. Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap  agama-agama yang ada, istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi agama¬ agama (religious studies).
Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah faktor:
1.      Adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan.
2.      Faktor kepentingan ideologis dari kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia.
Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang melarang pluralisme. Dalam fatwa tersebut, pluralisme agama,sebagai obyek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut bertentangan dengan ajaran Agama Islam.
2.1.2.              Multikulturalisme
Multikulturalisme berasal dari dua kata, multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan) yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua bagian manusia terhadap kehidupannya yang kemudian akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa, dan lain-lain.
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang juga terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Selain itu Multikulturalisme juga bisa diartikan sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM (Hak Asasi Manusia), hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan (sesuai dengan kenyataan.
2.2.  Perbedaan
Multikulturalisme sebuah paham yang menyatakan bahwa suatu masyarakat sebaiknya terdiri dari banyak kelompok budaya yang berbeda dalam status sosial yang sama, atau paling tidak mengijinkan kelompok-kelompok budaya yang berbeda tersebut tinggal dalam satu wilayah.
Multikulturalisme berakar dari individualistik, liberal, yang memahami perbedaan kultur, memahami perbedaan atau kekayaan perbedaan agama, politik, ideologi, dan lain-lain, hanya sebatas “memahami” untuk tidak timbulnya benturan akibat perbedaan-perbedaan tersebut.
Multikulturalisme ini juga merupakan suatu paham yang seperti menganggap budayanya paling benar sehinggal kadang dapat terjadi kekerasan yang mengharuskan orang lain juga harus mengikuti budayanya.
Jadi Multikulturalisme hanya menerima ada perbedaan budaya dan tidak mempelajari budaya lain atau mendalami budaya lain, sedangkan Pluralisme menerima adanya perbedaan budaya lain dan mempelajari budaya lain yg gunanya untuk menghindari timbulnya konflik.

2.3.  Hubungannya dengan Pancasila
Sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara Indonesia. Yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang multikultural, multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka. Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial-politik yang pluralistik.
Pancasila adalah ideologi terbuka dan tidak boleh mereduksi pluralitas ideologi sosial-politik, etnis dan budaya. Melalui Pancasila seharusnya bisa ditemukan sesuatu sintesis harmonis antara pluralitas agama, multikultural, kemajemukan etnis budaya, serta ideologi sosial politik, agar terhindar dari segala bentuk konflik yang hanya akan menjatuhkan martabat kemanusiaan itu
Ada lima hal penting jika melihat hubungan antara pancasila dan multikulturalisme:
1.         Multikulturalisme adalah pandangan kebudayaan yang berorientasi praktis yakni menekankan perwujudan ide menjadi tindakan. Multikulturalisme menghendaki proses belajar mengenai perbedaan kebudayaan yang dimulai dari sikap dan interaksi antar kebudayaan.
2.         Multikulturalisme menjadi grand strategi dimasa depan khususnya dalam pendidikan nasional yang menekankan learning by doing or practicing.
3.         Memosisikan multikulturalisme sebagai perwujudan pancasila maka kebudayaan tidak lagi dijadikan sampiran atau embel-embel saja, atau kambing hitam jika terjadi pergolakan masyarakat, melainkan dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa karena bang sa bertumpu pada persoalan kebudayaan.
4.         Dengan memosisikan pancasila sebagai cita-cita, maka semua persoalan dalam masyarakat tidak akan mempersulit posisi pancasila tetapi justru akan mendukungnya.
5.         Perubahan dari cara berfikir pluralisme ke multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan kebudayaan yang menyangkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan. Diperlukan dua syarat a) harus meiliki pemahaman mengenai multikulturalisme di Indonesia b) kebijakan harus berjangka panjang dan konsisten.
2.4  Upaya Pengembangan Kehidupan di Indonesia
Upaya-upaya untuk mewujudkan kehidupan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya dapat dilakukan dengan menerapkan sikap-sikap sebagai berikut:
1.         Manusia tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan tertentu, dimana sistem nilai dan makna diterapkan dalam berbagai simbol-simbol budaya dan ungkapan-ungkapan bangsa.
2.         Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sistem makna yang berbeda, sehingga budaya satu memerlukan budaya lain. Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka akan memperluas cakrawala pemahaman akan makna multikulturalisme.
3.         Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.
4.         Paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga kompetensi normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
5.         Integrasi sosial yang menjamin bahwa koordinasi tindakan politis tetap terpelihara melalui sarana-sarana hubungan antar pribadi dan antar komponen politik yang diatur secara resmi tanpa menghilangkan identitas masing-masing unsur kebudayaan.
6.         Sosialisasi yang menjamin bahwa konsepsi polotik yang disepakati harus mampu memberi ruang tindak bagi generasi mendatang dan penyelarasan konteks kehidupan individu dan kehidupan kolektif tetap terjaga.
Dapat dikatakan bahwa secara konstitusional negara Indonesia dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam kebhinnekaan. Demokratis dan berkeadilan sosial, belum sepenuhnya tercapai. Konsekuensinya adalah keharusan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya yang maju, tatanan sosial politik yang demokratis dan struktur sosial ekonomi masyarakat yang adil dan bersifat kerakyatan.
2.5.  Multikulturalisme antara Nasionalismedan Globalisme
Multikulturalisme mulia digunakan orang sekitar tahun 1950-an di kanada untuk menggambarkan masyarakat kanada di perkotaan yang multikultural dan multilingual. Namun demikian, multikulturalisme menjadi konsep yang meyebar dan dipandang penting bagi masyarakat majemuk dan kompleks di dunia, dan bahkan dikembangkan sebagai strategi integrasi kebudayaan melalui pendidikan multikultural. Istilah mmultikulturalisme tidak lain sebagai sebuah konsep pengakuan (recognition)suatu etnitas budaya dominan terhadap keberadaan budaya lain yang minioritas.
Beberapa istilah yang secara konseptual tampak mirip dengan terminologi multikulturalisme namun sebenarnya berbeda, misalnya plularisme, diversitas, heterogenitas, atau yang sering disebut dengan istilah “masyarakat majemuk.” Masyarakat majemuk (plural society) berbeda dengan keragaman budaya atau multikulturalisme (plural cultural). Masyarakat majemuk lebih menekankan soal etnisitas atau suku yang pada gilirannya membangkitkan gerakan etnosentrisme dan etnonasionalisme. Sifatnya sangat askriptif dan primordial. Bahaya chauvinism (merasa paling baik dari yang lain) sangat potensial tumbuh dan berkembang dalam masyarakat model ini. Karena wataknya yang sangat mengagungkan ciri steroip kesukua, maka anggota msyarakat ini memandang kelompok lain dengan cara pandang mereka yang rasial dan primordial. Model masyarakat ini sangat rentan dengan konflik. Dengan kata lain, konflik yang mereka miliki dapat terjadi setiap saat.
Berbeda dengan konsep dan perspektif masyarakat majemuk, konsep untuk multikulturalisme sangat menjunjung perbedaan budaya bahkan menjaganya agar tetap hidup dan berkembang secara dinamis. Lebih dari sekedar memlihara dan mengambil manfaat dari perbedaan, perspektif multikulturalisme memandang hakikat kemanusiaan sebagai sesuatu yang universal. Manusia adalah sama. Bagi masyarakat hakikat sosial manusia dengan dialog dan komunikasi. Multikulturalisme sangat mementingkan dilektika yang kreatif.
Karakter masyarakat multikultural adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat paceful coexistence, hidup berdampingan secara damai. Setiap entitas sosial dan budaya masih membawa jati dirinya, tidak terlebur kemudian hilang, namun juga tidak diperlihatkan sebagai kebanggaan melebihi penghargaan terhadap entitas lain. Dalam perspektif multikulturalisme, baik individu maupun kelompok dari berbagai etnik dan budaya hidup dalam suasana kohesi sosial yang dinamis tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka. Sekalipun mereka hidup bersatu dalam ranah sosial, tetapi antar-entitas tetap ada jarak. Prinsip :aku dapat bersatu denga engkau, tetapi antara kita berdua tetap ada jarak” sangat kuat dalam masyarakat multikultural. “Aku hanya bisa menjadi aku dalam arti sepenuhnya dengan ‘menjadi’ satu dengan engkau, namun tetap saja antara aku dan engkau ada jarak,” merupakan prinsip lain pada masyarakat multikultur. Untuk menjaga jarak sosial tersebut tetap kondusif diperlikan jalinan komunikasi, dialog, dan toleransi yang kreatif.
2.6.  Multikulturalisme Indonesia
Substansi multikulturalisme sangat lekat dengan perjalanan dan cita-cita nasionalisme Indonesia yang menganut paham kemajemukan. Dalam perjalanan sejarah nasionalisme Indonesia terdapat beberapa tahap yang sudah dan sedang dilalui bangsa Indonesia. Tahap pertama ditandai dengan tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti dengan perlawanan terhadap penjajah baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler muncul bersamaan dengan munculnya gagasan Indonesia merdeka. Upaya dari kelompok nasionalis Islam untuk mendirikan negara yang berlandaskan Islam dan kalangan naionlis sekuler yang ingin mempertahankan negara sekuler berdasarkan pancasila dijadikan patokan untuk menganalisis kesadaran kebangsaan atau perasaan nasionalisme bangsa.
Tahap kedua adalah bentuk nasionalisme Indonesia yang merupakan kelnajutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan kemerdekaan, dengan peran pemimpin nasional yang lebih besar. Nasionalisme pada era ini mengandaikan adanya ancaman musuh dari luar terus-menerus terhadap kemerdekaan Indonesia.
Tahap ketiga adalah nasionalisme persatuan dan kesatuan. Di era Orde Baru misalnya, kelompok oposisi atau yang tidak sejalan dengan pemerintah disingkirkan karena akan mengancam persatuan dan stabilitas. Perbedaan diredam bukan denga menyelesaikan pokok persoalannya tetapi ditindas dan disembunyikan di bawah karpet. Terhadap luar negeri, nasionalisme berarti kedaulatan, integritas, dan identitas bangsa. Tekanan agar ada penghormatan terhadap hak asasi manusia, demokrasi, dan perlindungan terhadaplingkungan hidup dianggap sebagai campur tangan asing terhadap kadaulatan RI. Nilai-nilai universal oleh peguasa Orde Baru dianggap bertentangan dengna nilai-nilai bangsa atau demokrasi Pancasila.
Tahap keempat adalah nasionalisme kosmopolitan. Degan bergabungnya Indonesia dalam sistem internasional, nasionalisme Indonesia dibangun adalah nasionalisme kosmopolitan yang menandaskan bahwa Indonesia sebagai bangsa tidak dapat menghindar dari bangsa lain, namun dengna tetap memiliki nasionalisme kultural keindonesiaan dengan memberikan kesempatan kepada aktor-aktor di daerah secara langsung untuk menjadi aktor kosmopolit. Dalam konteks dan kecenderungan global ini, semakin banyak orang membanyangkan menjadi warga dunia (world citizen) dan terikat pada nilai-nilai kemanusiaan universal. Karena itulah nilai-nilai dan semangat generasi baru produk modernisasi dan globalisasi sekarang tidak dapat dipahami pengertian lama nasionalisme, yaitu cinta dan pembela Kepada Tanah Air secara total bahkan membabi buta. Nilai-nilai semangat, patriotisme mestinya diletakkan dalam semangat pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang sudah menjadi wacana masyarakat dunia.
Nasionalisme kosmopolitan yang menjadikan Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia secara otomatis menjadikan bangsa Indonesia terbuka bagi gagsan multikulturalisme. Prinsip keninekaan yang terdapat pada falsafah negara pancasila memberikan ruang dinamis bagi muncul dan berkembangnya masyarakat multikultur Indonesia, di mana keragaman budaya dan pandangan manusia Indonesia dapat bersanding secara kreatif dan dinamis, dengan nilai-nilai budaya dan gagasan global: kemanusiaan, persamaan, keadilan dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
            Dari isi makalah ini dapat di simpulkan bahwa:
1.      Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh.
2.      Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang juga terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern.
3.      Multikulturalisme hanya menerima ada perbedaan budaya dan tidak mempelajari budaya lain atau mendalami budaya lain, sedangkan Pluralisme menerima adanya perbedaan budaya lain dan mempelajari budaya lain yang gunanya untuk menghindari timbulnya konflik.
4.      Multikelturalisme tidak dapat di pisahkan dalan kehidupan bermasyarakat mengingat  di Indonesia terdiri dari beberapa suku dan agama dan pluralism dalam hal ini berperan penting dalam menanggapi multicultural tersebut.
1.2              Saran
Pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik serta lebih mendalami materi yang di bahas.






DAFTAR PUSTAKA
Sumbulah, Umi.2010.Islam Radikal dan Pluralisme Agama.Jakarta:Badan litbang dan Diklat Kementrian Agama.
Ubaedillah ,A.,dan Rozak, Abdul. 2010.Pendidikan KewarganegaraanPancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE Uin Syarif Hidayatullah Jakarta dan Preneda Media Group.



No comments:

Post a Comment