BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia ilmu telah maju dengan pesat, dan cahayanya pun menerangi segala keraguan yang selama ini meliputi diri manusia tentang masalah apa yang ada dibalik materi (alam ruh). Meterialisme yang selama ini meleyakkan segalanya di bawah bentuk percobaan dan eksperimen, mulai percaya terhadap dunia gaib yang berada di balik dunia nyata ini, bahwa alam gaib itu lebih rumit dan lebih dalam daripada alam nyata, dan sebagian besar penemuan modern menjadikan pikiran manusia menyikap rahasia yang tersembunyi, yang hakekatnya tidak bisa dipahami oleh ilmu itu sendiri, meskipun pengaruh dan gejalanya dapat diamati. Yang demikian ini telah mendekatkan jarak antara kepada pengingkaran terhadap agama-agama dan keimanan.
Manusia kini menyaksikan adanya hipnotisme yang menjelaskan bahwa hubungan jiwa manusia dengan kekuatan yang lebih tinggi itu, menimbulkan pengaruhyang bisa mengantarkan orang kepada pemahaman tentang fenomena wahyu. Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bukanlah rasul pertama yang diberi wahyu. Allah juga telah menurunkan wahyu kapada rasul sebelumnya.
“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu (hai Muhammad), sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, dan nabi-nabi keturunannya, Nabi Isa, Nabi Ayub, Nabi Yunus, Nabi Harun, Nabi Sulaiman; juga Kami telah memberikan kepada Nabi Dawud; Kitab Zabur. Dan (Kami telah mengutuskan) beberapa orang rasul yang telah Kami ceritakan kepadamu dahulu sebelum ini, juga rasul-rasul yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Dan Allah benar-benar telah berkata-kata secara langsung kepada Nabi Musa dengan kata-kata.” (An-Nisaa’: 163-164).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari wahyu?
2. Bagaimana cara turun dan penyampaian wahyu?
3. Bagaimana syubhat (keraguan) para penentang wahyu?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari wahyu.
2. Untuk mengetahui cara turun dan penyampaian wahyu.
3. Untuk mengetahui syubhat (keraguan) para penentang wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wahyu
Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau dengan kata lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam penyampaiannya. Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada orang yang dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu pengetahuan yang hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi manusia, baik dengan perantaraan atau tidak dengan perantaraan.
Arti lain dalam segi bahasa berarti suara, tulisan, isyarat, bisikan, paham dan juga berarti api. Wahyu menurut istilah adalah setiap apa yang disampaikan kepada orang lain agar diketahuinya, namun lebih terkenal dengan arti apa yang disampaikan oleh Allah kepada nabi-Nya. Wahyu adalah kata masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara tertulis atau lisan.[1]
Lafazh "wahyu'' ini menunjukkan bahwa penyampaian berita dari Allah Swt kepada Rasulullah SAW menggunakan metode khusus. Hal itu dapat dibuktikan dengan digunakannya metode sembunyi-sembunyi, keakuratan, dan tidak memungkinkannya orang lain untuk dapat mengetahui atau bahkan untuk sekedar merasakannya.
Metode wahyu ini bukanlah satu-satunya cara yang digunakan oleh Allah Swt untuk menyampaikan kalimat-Nya kepada penutup para nabi Muhammad saw. Akan tetapi selain itu terdapat metode-metode lain yang lebih umum sebagaimana yang pernah dijalani oleh para utusan-Nya yang lain dalam memperoleh kitab dari-Nya.
Menurut bahasa, wahyu mempunyai beberapa arti, antara lain sebagai berikut:
a) Berarti ilham gharizi atau instink yang terdapat pada manusia atau binatang.
Contohnya, seperti kata wahyu yang terdapat firman Allah SWT:
a) Berarti ilham gharizi atau instink yang terdapat pada manusia atau binatang.
Contohnya, seperti kata wahyu yang terdapat firman Allah SWT:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحْلِ أَنِ ٱتَّخِذِى مِنَ ٱلْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُون ,
Artinya:
"Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberi instink) kepada lebah, supaya membuat (sarang-sarang) di bukit-bukit, di pohon-pohon, kaydan di (rumah-rumah) yang didirikan (manusia)." (Q.S. An-Nahl: 68)
b) Berarti ilham fitri atau firasat yang hanya ada pada manusia dan tidak pada
binatang. Contohnya seperti kata wahyu dalam firman Allah SWT:
binatang. Contohnya seperti kata wahyu dalam firman Allah SWT:
وَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰٓ أُمِّ مُوسَىٰٓ أَنْ أَرْضِعِهِ
Artinya:
"Dan kami ilhamkan (berfirasat) kepada ibu nabi musa supaya menyusui dia (Musa)." (Q.S. Al-Qashash: 7)
"Dan kami ilhamkan (berfirasat) kepada ibu nabi musa supaya menyusui dia (Musa)." (Q.S. Al-Qashash: 7)
c) Berarti tipu daya dan bisikan setan, seperti arti kata wahyu dalam firman Allah
SWT:
SWT:
وَإِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَٰدِلُوكُمْ
Artinya:
"Dan sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawan mereka agar mereka membantah kalian." (Q.S. Al-An'am: 121)
d) Berarti isyarat yang cepat secara rahasia, yang hanya tertuju pada Nabi/ Rasul
saja. Contohnya seperti arti kata wahyu dalam firman Allah SWT:
saja. Contohnya seperti arti kata wahyu dalam firman Allah SWT:
إِنَّآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ كَمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ نُوحٍ وَٱلنَّبِيِّۦنَ مِنۢ بَعْدِهِ
Artinya:
"Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu, sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nabi Nuh dan nabi-nabi sesudahnya." (Q.S. An-Nisa: 163)
Disebutkan dalam kitab al-masyariq bahwa wahyu itu pada asalnya adalah sesuatu yangdiberitahukan dalam keadaan tersembunyi dan cepat. Yang dimaksud diketahui dengan cepat ialah dituangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa sekaligus dengan tidak lebih dahulu timbul pikiran dan muqoddimah.
Wahyu Allah kepada nabi-nabinya ialah pengetahuan-pengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa nabi dan disampaikan kepada manusia untuk menunjukkan dan memperbaiki mereka didalam kehidupan dunia serta membahagiakan mereka diakhirat.sesudah menerima wahyu itu, nabi mempunyai kepercayaan yang penuh bahwa yang diterimanya itu adalah dari Allah.
Muhammad abduh dalam bukunya Risalah at-tauhid berkata :’’wahyu itu suatu irfan (pengetahuan)yang didapat oleh seorang didalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang demikian itu dari jihad Allah,baik dengan perantaraan ataupun dengan tidak perataraan.yang dengan perantaraan bersuara dan dapat didengar atau dengan tidak bersuara.[2]
2.2 Cara Turun dan Penyampaian Wahyu
Dari keterangan al-Qur'an jelaslah bagi kita bahwa wahyu merupakan hubungan ghaib yang tersembunyi antara Allah Swt dan para utusan-Nya. Secara umum wahyu diturunkan, seperti yang diidentifikasikan Alqur'an.
Berdasarkan Al-qur’an mengenai proses turunnya wahyu kepada Nabi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas). Ini dicontohkan pada beberapa permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wasallam. Cara ini sering disebut dengan cara Ra'yu ash-shalihah atau impian nyata diperolehnya dengan jalan mimpi dalam tidur, tetapi kemudian menjadi kenyataan. Contohnya, seperti impian Nabi Ibrahim AS ketika menerima wahyu yang memerintahkan supaya menyembelih puteranya Ismail. Peristiwa ini diabadikan Allah swt: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". [QS.Ash Shaffat/37:102].
2. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan cara dibisikkan ke dalam jiwanya. (Qs. Asy-Syura: 51-52) dengan cara menambatkan makna isi al-Qur'an tersebut ke dalam hati Rasulullah saw, atau dengan cara menghembuskannya ke dalam jiwanya, sehingga ia merasakan sendiri bahwa apa yg diterimannya itu berasal dari Allah Swt.
3. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki, sebagaimana Jibril pernah datang kepada Nabi sebagai seorang laki-laki yang bernama Dihyah Ibn Khalifah, seorang laki-laki yang tampan. Malaikat mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata tersebut. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
قال: أحيانا يتمثل لي الملك رجلا فيكلمني فأعي ما يقول, قالت عائشة: ولقد رأيته ينزل عليه الوحي في اليوم الشديد البرد, فيفصم عنه وإن جبينه يتفصد عرقا (رواه البخاري)
Artinya:
Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka aku kuasai apa yang dikatakannya. "Aisyah lalu berkata: "Saya pernah melihat beliau menerima wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau, maka bercucuranlah keringat di pelipis beliau SAW. (H.R. al-Bukhari).
Cara ini terasa berat bagi Nabi, sehingga seolah-olah beliau seperti mengigau atau pingsan, melainkan karena sedang penuh konsentrasi dalam menghadapi malaikat dalam alam rohani. Hal ini sesuai dengan keterangan Al-Qur'an:
إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
Artinya:
" Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat." (Q.S. Al-Muzammil: 5)
" Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat." (Q.S. Al-Muzammil: 5)
4. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli dengan enam ratus sayap yang menutup langit. Hal tersebut terdapat dalam surat al-Qur'an surat An-Najm ayat 13 DAN 14 yang artinya "Sesungguhnya Muhammad telah melihatnnya pada kali yang lain, ketika ia berada di Sidratil Muntaha"
5. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi s.a.w., di belakang hijab atau tabir, baik dalam keadaan Nabi sadar atau sedang terjaga, sebagaimana di malam Isra’, atau Nabi sedang tidur
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ ٱللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِن وَرَآئِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِىَ بِإِذْنِهِۦ مَا يَشَآءُ إِنَّهُۥ عَلِىٌّ حَكِيمٌ
Artinya:
" Dan tidak ada bagi seseorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat), lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia maha tinggi lagi maha bijaksana". (Q.S. Asy-Syura: 51)
6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-qur’an. Menurut ‘Amir Asy-Sya’by, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa ketetapan kepada Nabi s.a.w., selama tiga tahun, sesudah itu, barulah Jibril datang membawa wahyu Al-qur’an.
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah s.w.t., menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat sebagaimana Allah pernah berfirman secara langsung kepada Nabi s.a.w.
9. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng, yakni Nabi mendengar suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemercingannya. Menurut riwayat-riwayat yang shahih, Nabi s.a.w., menerima wahyu yang datang dengan suara keras menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat, ke luar peluh dari dahi Nabi s.a.w., meskipun ketika itu hari sangat dingin. Bahkan unta yang sedang ditunggangi beliau menderum ke tanah. Pernah pula Nabi menerima wahyu dengan cara yang sama, ketika itu karena beratnya, beliau letakkan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit dan Zaid pun merasakan betapa beratnya paha Nabi s.a.w.
ان الحارث بن هشام سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله, كيف يأتيك الوحي؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أحيانا يأتيني مثل صلصلة الجرس وهو أشده علي, فيفصم عني وقد وعيت عنه ما قال.
Artinya:
Sesungguhnya al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata: "Wahai Rasulullah bagaimana wahyu itu datang kepadamu? Maka Rasulullah SAW menjawab, bersabda: Kadang-kadang datang kepadaku seperti gemuruhnya bunyi lonceng, dan itu yang paling berat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah menguasai apa yang sudah diucapkan-Nya.
(Subhi Shahih, 1985: 25).
2.3 Syubhat Para Penentang Wahyu
Orang-orang Jahiliyyah baik yang klasik ataupun yang modern selalu berusaha menimbulkan keraguan (syubhat) terhadap wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong. Tetapi syubhat itu lemah dan tidak dapat diterima.
1. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi Muhammad. Dialah yang menciptakan maknanya, menyusun “bentuk gaya dan bahasanya.”[3]
Ini adalah asumsi batil. Apabila Nabi menghendaki kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menantang manusia dengan mukjizat-mukjizat untuk mendukung kekuasaannya, tidak perlu beliau menisbahkan semua itu kepada pihak lain. Dapat saja menisbahkan Al-Qur’an kepada dirinya langsung, karena hal itu cukup mengangkat kedudukannya dan menjadikan manusia tunduk kepada kekuasaannya. Sebab, kenyataannya semua orang Arab dengan segala kefasihan bahasanya, tidak mampu menjawab tantangan itu. Bahkan ini mungkin lebih mendorong mereka untuk menerima kekuasaannya, karena dia juga salah seorang dari mereka yang dapat mendatangkan apa yang mereka sanggupi.
Asumsi syunhat di atas menggambarkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, termasuk pemimpin yang berperilaku suka berdusta, curang dalam mencapai tujuan. Syubhat itu kontradiktif dengan fakta sejarah tentang perilaku Rasulullah yang jujur dan amanah. Baik musuh maupun kawannya sendiri telah menyaksikan bagaimana ketinggian moralnya.
Orang yang memiliki sifat-sifat agung yang dihiasi dengan tanda-tanda kejujuran tidak pantas diragukan ucapannya ketika dia menyatakan tentang dirinya bahwa bukan dialah yang membuat Al-Qur’an,”Katakanlah. Tidaklah patut bagiku untuk menggantikannya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali wahyu yang diwahyukan kepadaku.” (Yunus:15)
2. Orang-orang jahiliyyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah mempunyai ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang kuat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang bena, yang menjadikannya mampu manimbang ukuran-ukuran yang baik dan buruk, benar dan salah melalui ilham (intuisi), mengenali perkara-perkara yang rumit melalui kasyaf, sehingga Al-Qur’an itu tidak lain daripada hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya yang hebat.
3. Orang-orang jahiliyyah klasik dan modern berasumsi bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Al-Qur’an dari seorang guru. Itu tidak salah, akan tetapi guru yang menyampaikan Al-Qur’an itu ialah malaikat pembawa wahyu, bukan guru yang berasal dari kaumnya sendiri atau kaum lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam makalah ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni adalah:
1. Pengertian wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi. Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada orang yang dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu pengetahuan yang hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi manusia, baik dengan perantaraan atau tidak dengan perantaraan.
2. Proses turun dan penyampaian wahyu yaitu dengan beberapa cara:
a. Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas).
b. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan cara dibisikkan ke dalam jiwanya.
c. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki.
d. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli dengan enam ratus sayap yang menutup langit.
e. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi s.a.w., di belakang hijab atau tabir.
f. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-qur’an.
g. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah s.w.t., menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat.
h. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah.
i. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng.
3. Keraguan para penentang wahyu yaitu adalah:
a. Mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi Muhammad.
b. Orang-orang jahiliyyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah mempunyai ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang kuat.
c. Orang-orang jahiliyyah klasik dan modern berasumsi bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Al-Qur’an dari seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
As-Shalih, Subhi, Dr. 1985. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Beirut: Pustaka Firdaus
Saebani, Ahmad, Beni. 2007. Filsafat Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia
Effendy, Ahmad Fuad. 2013. Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran. Malang: MISYKAT ________INDONESIA
Hasbi ash-shidiqhi.2009. Ilmu al-Qur’an & Tafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra